Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang sebagian besarnya diakibatkan kurang gizi kronik sejak dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun ditandai dengan perawakan pendek dan tidak ada kenaikan pada kurva tumbuh kembangnya. Lalu, apakah semua anak yang berperawakan pendek dikatakan stunting? Tentu saja tidak
Mencegah Stunting sejak Masa Kehamilan
Menurut
hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), kasus stunting di Indonesia mencapai 27,67% per tahun 2019, angka ini
lebih tinggi dari toleransi maksimal stunting
yang sudah ditetapkan oleh WHO yaitu 20%.
Stunting
adalah gangguan pertumbuhan yang sebagian besarnya diakibatkan kurang gizi
kronik sejak dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun ditandai dengan
perawakan pendek dan tidak ada kenaikan pada kurva tumbuh kembangnya.
Lalu,
apakah semua anak yang berperawakan pendek dikatakan stunting? Tentu saja tidak, karena anak yang mengalami stunting juga memiliki ciri lain, antara
lain :
ü Tidak
ada kenaikan pada grafik tumbuh kembang anak,
ü Kesulitan
fokus,
ü Kesulitan
melakukan kontak mata dan sosialisasi,
ü Cenderung
pendiam dan menyendiri,
ü Mudah
terjangkit penyakit,
ü Pubertas
yang terhambat,
ü Memiliki
tubuh kerdil.
Dalam hal ini ada 3 hal
yang dapat kita lakukan sebagai langkah pencegahan. Bukan hanya tugas
pemerintah dan lembaga terkait, pencegahan adalah tugas kita bersama.
1. Memenuhi
gizi yang cukup dan seimbang pada ibu hamil, antara lain asupan karbohidrat,
protein, lemak, mineral, vitamin, asam folat, zat besi dan yodium, yang
diperoleh dari nasi, sayuran, buahan, telur, kacang-kacangan, asupan (minimal
90 tablet) tablet Fe dan asam folat. Tentunya dalam porsi yang cukup dan
seimbang.
2. Inisiasi
menyusu dini dan ASI eksklusif dari bayi lahir hingga 6 bulan.
3. Memberi
makanan pendamping ASI (MPASI) yang beragam dari bayi usia 6 bulan hingga 2
tahun.
4. Imunisasi
lengkap.
5. Pemantauan
tumbuh kembang di posyandu atau fasilitas kesehatan terdekat.
6. Sanitasi
lingkungan yang terjaga dan persediaan air bersih. Bagaimanapun lingkungan yang
bersih dan kecukupan air bersih akan mencegah terjadinya komplikasi kehamilan
dan mengurangi komplikasi penyulit selama kehamilan. Dan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS).
7. Pola
asuh pada anak yang mengajarkan makanan sehat dan bergizi. Selain itu makanan
beragam dan mencukupi kebutuhan anak lebih diutamakan daripada memenuhi
keinginan anak untuk makanan fast food.
Selain mempengaruhi
tumbuh kembang anak, stunting juga
memiliki dampak lain. Ada dampak jangka pendek dan jangka panjang. Lalu seorang
anak yang mengalami stunting apakah
bisa diperbaiki? Sayangnya, tidak. Hanya saja sebagai orang tua maupun kerabat
cukup memenuhi nutrisi yang dibutuhkan anak untuk mencegah perburukan kondisi
anak.
Adapun dampak jangka
pendek dari stunting antara lain :
ü Gangguan
pertumbuhan fisik
ü Ganguuan
perkembangan otak dan kecerdasan
ü Gangguan
metabolisme tubuh
Sedangkan dampak jangka panjangnya
antara lain :
Ø Menurunnya
kemampuan kognitif, berupa kemampuan mengingat belajar dan konsentrasi. Hal ini
menyebabkan menurunnya prestasi belajar.
Ø Menurunnya
kekebalan tubuh, dalam hal ini anak akan mudah terkena infeksi dan penyakit
tidak menular
Ø Resiko
tinggi untuk penyakit metabolisme yaitu diabetes dan kegemukan,
Ø Resiko
tinggi untuk penyakit jantung dan pembuluh darah
Ø Resiko
tinggi untuk kanker
Ø Disabilitas
usia tua
Dari keseluruhan
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa angka stunting di Indonesia yang tinggi bisa diturunkan dan dicegah sejak
bayi berada di kandungan. Untuk anak yang mengalami stunting tidak bisa diperbaiki, namun dapat dilakukan tindakan
untuk mencegah perburukan keadaan. Stunting
memiliki dampak jangka panjang yang menurunkan kualitas sumber daya menusia
Indonesia.